Politik Apartheid di Afrika Selatan

Pengertian Politik Apartheid

Apartheid berasal dari bahasa Afrika yang berarti penyendirian atau segregasi. Pada dasarnya merupakan sebuah kebijakan politik yang secara sengaja dan legal memisahkan sekelompok orang dari bagian lainnya di mata hukum. Artinya dapat terjadi perbedaan hak, yang dalam hal ini masyarakat pribumi Afrika Selatan dihadapkan dengan bangsa Eropa. Diskriminasi ini utamanya berkaitan dengan politik dan ekonomi, sehingga membuat warga kulit hitam tidak berdaya di hadapan sistem yang berlaku.

Latar Belakang Politik Apartheid

Wilayah Afrika Selatan sejak tahun 1652 dikuasai oleh orang-orang Boer, bangsa Belanda yang berprofesi sebagai petani dan penambang emas. Pendudukan ini terjadi karena pada masa itu penjelajahan ke Asia harus melalui Tanjung Harapan. Sehingga banyak orang Belanda yang tinggal di Afrika Selatan untuk mencari kekayaan. Pada tahun 1899-1902 terjadi Perang Boer antara bangsa Boer dengan Inggris yang ingin membangun kekuasaannya. Perang ini dimenangkan oleh Inggris yang kemudian mendirikan koloni di Namibia dan Cape Town, sementara orang-orang Boer bersatu mendirikan kekuasaannya di Praetoria dan Johannesburg.

Sejak pendirian kekuasaan ini, orang-orang Boer mendirikan pemerintahan minoritas kulit putih. Mendiskriminasi orang kulit hitam, orang Asia, dan orang kulit berwarna lainnya. Penyebutan Apartheid sendiri baru muncul setelah pada tahun 1948, National Party (NP) yang dipimpin oleh Daniel F. Malan melegalkan segregasi ini dan membentuk supremasi kulit putih. Kebijakan rasis ini ditujukan agar orang-orang Boer tetap bisa menguasai wilayah dan kekayaan Afrika Selatan. Posisi mereka sebelumnya terganggu oleh kedatangan Inggris yang tentu memiliki kekuatan dan sumber daya yang besar.

Kebijakan-Kebijakan Apartheid

Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh rezim National Party tentunya bersifat legal dan mengikat bagi penduduk yang bermukim di wilayah kekuasaan orang-orang Boer tersebut. Kebijakan semacam ini dilakukan dengan tujuan membatasi hak-hak golongan selain kulit putih, sekaligus membatasi kesempatan orang-orang tersebut untuk bersatu melawan kebijakan apartheid ini. Beberapa kebijakan apartheid yang dikeluarkan antara lain:

The Population Registration Act (1950)

Hukum ini mengklasifikasikan penduduk menjadi orang Bantu (kulit hitam Afrika), orang berwarna (campuran), orang kulit putih, dan orang Asia (India dan Pakistan). Masing-masing orang harus terdaftar oleh pihak-pihak yang ditunjuk untuk setiap golongan. Pendaftaran ini nantinya diterima oleh Departemen Dalam Negeri, yang mana menjadi dasar perbedaan perlakuan terhadap masing-masing kelompok.

Group Areas Act (1950)

Tidak hanya mengatur soal pengelompokan untuk pendataan penduduk, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan segregasi tempat tinggal. Terutama pada wilayah-wilayah urban seperti Johannesburg dan Praetoria, terdapat pemisahan fisik pada lokasi tinggal masing-masing golongan. Hal ini berdampak pada pemindahan paksa orang-orang yang sebelumnya tinggal di tempat yang bukan daerah golongannya. Hal ini membuat banyak orang-orang kehilangan tempat tinggal dan sumber pendapatan akibat relokasi.

The Promotion of Bantu Self-Government Act (1959)

Hukum ini membentuk kantong-kantong penduduk Bantu untuk mengurangi kepadatan dan menghilangkan klaim bahwa orang kulit hitam adalah mayoritas. Setiap orang yang dikelompokkan ke dalam kantong tertentu adalah bagian dari kelompok itu saja, dan tidak memiliki hak identitas yang sama di mata hukum dengan kelompok kulit hitam lainnya. Hukum ini merupakan perpanjangan dari Group Areas Act yang membuat lebih banyak orang kulit hitam kehilangan properti dan pekerjaan. Orang kulit hitam ini terpaksa menyewa properti milik kulit putih karena mereka tidak diperkenankan memiliki properti di wilayah yang baru.

Prohibition of Mixed Marriages Act (1949)

Hukum yang melarang pernikahan campuran antar kelompok ras yang sudah dibentuk. Aturan ini dikeluarkan untuk mencegah munculnya kelompok campuran yang lebih besar. Dikhawatirkan akan menyulitkan pemerintah untuk melanjutkan kebijakan yang segregatif dan memperlemah rezim kulit putih.

Immorality Amendment Act (1950)

Hukum ini sebenarnya sudah disusun pada 1927, namun diamandemen pada tahun 1950. Secara umum aturan ini mengatur tentang larangan hubungan seksual oleh pemerintah. Hubungan yang dilarang dalam setiap aturan dan amandemennya antara lain:

  1. Larangan hubungan seksual di luar nikah antara orang Eropa dan orang kulit hitam (1927);
  2. Larangan hubungan antar orang Eropa dengan siapapun yang bukan Eropa (1950); dan
  3. Penambahan hukuman dan perluasan praktek yang termasuk dalam larangan seperti homoseksual dan sodomi (1969), pedofilia (1988), dan hubungan di bawah umur minimal (1957).

Separate Representation of Voters Act (1951)

Aturan ini dikeluarkan untuk meningkatkan segregasi dengan mencabut seluruh hak pilih orang kulit berwarna. Kebijakan ini dilanjutkan dengan rencana penerapan sistem Cape Qualified Franchise. Dimana setiap orang berwarna diminta untuk mengikuti serangkaian seleksi untuk menetapkan apakah ia pantas untuk diberi hak pilih. Aturan ini mengalami serangkaian upaya banding, yang sedikit demi sedikit memberikan keleluasaan bagi orang selain kulit putih untuk ikut serta dalam aktivitas parlemen.

Pada tahun 1968, hukum ini direvisi secara utuh dengan memperkenalkan Separate Representation of Voters Amendment Act. Aturan baru ini memberikan hak bagi golongan berwarna untuk membentuk dewan perwakilan sendiri yang dikoordinatori oleh Departemen Hubungan Orang Kulit Berwarna. Meskipun semua hukum yang diusulkan masih harus dibahas dalam kabinet kulit putih yang berkuasa.

Perjuangan Melawan Apartheid

Resistensi melawan kebijakan apartheid ini muncul berdekatan sejak banyak aturan-aturan yang segregatif disahkan. Secara masif muncul banyak persekutuan-persekutuan yang membangun narasi perlawanan terhadap rezim kulit putih. Salah satu organisasi besar yang dibentuk untuk melawan dominasi Eropa adalah African National Congress (ANC). Organisasi ini menjalankan perlawanan mulai dari demonstrasi damai, pemboikotan, aksi politik, bahkan perlawanan bersenjata sejak 1952. Rezim merespon perlawanan ini dengan cukup represif, misalnya menahan 150 orang anggota Congress of the People yang sedang melaksanakan sidang untuk merumuskan kesetaraan bagi semua orang atas tanah Afrika.

nelson mandela pejuang politik apartheid di afrika selatan

Nelson Mandela, pejuang apartheid sekaligus presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan
Sumber gambar: britannica.com

Pada tahun 1960, terjadi Tragedi Sharpesville yang menewaskan 67 orang dan melukai lebih dari 180 orang kulit hitam. Diperkirakan mereka adalah anggota dari Pan-African Congress (PAC) yang merupakan faksi radikal yang keluar dari ANC. Tragedi ini membuat banyak persekutuan orang pribumi dan kulit berwarna beralih ke perlawanan bersenjata. Pada tahun 1961, banyak pemimpin organisasi termasuk Nelson Mandela ditahan. Hal ini menarik perhatian internasional, sehingga meningkatkan tekanan kepada pemerintah Afrika Selatan yang meliputi:

  • Afrika Selatan diharuskan keluar dari persemakmuran pada tahun 196;
  • Dikecam oleh Majelis Umum PBB pada 1973;
  • Embargo pembelian persenjataan ke Afrika Selatan oleh Dewan Keamanan PBB pada 1977;
  • Sanksi ekonomi dari Britania Raya dan Amerika Serikat pada 1985;
  • Konser solidaritas anti-apartheid memperingati ulang tahun Nelson Mandela di Stadion Wembley, London tahun 1988; dan

Meski begitu, kekuasaan rezim Eropa dan politik apartheid masih berlangsung sampai dengan tahun 1990 ketika Nelson Mandela dibebaskan. Pembebasannya dilanjutkan dengan kerjasamanya bersama Frederik Willem de Klerk, pemimpin rezim saat itu untuk mengakhiri kebijakan apartheid.

Penghapusan Apartheid

Bebasnya Nelson Mandela dari penahanan pada masa kekuasaan Frederik Willem de Klerk merupakan akibat dari tekanan besar yang dialami Afrika Selatan dari dunia internasional. Pembebasan ini diiringi dengan pencabutan aturan-aturan yang berkaitan dengan kebijakan apartheid. Konstitusi baru yang mengakomodasi orang kulit hitam dan berwarna dicanangkan pada 1993 dan disahkan setahun kemudian. Aturan ini juga meliputi pemberian hak-hak yang setara termasuk hak politik, menghasilkan ANC dan PAN yang resmi berdiri sebagai politik Nelson Mandela mempergunakan kesempatan ini untuk mengajukan diri sebagai presiden Afrika Selatan, dan memenangkan pemilu pada tahun 1994.

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI