Pengertian Sudut Pandang – Orang Pertama, Kedua, Ketiga, Jenis, Contoh

Belajar Memahami Pengertian dari Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara suatu cerita dikisahkan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tidakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam suatu karya kepada pembaca (Abrams, 1981: 142). Sudut pandang dalam fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana atau siapa peristiwa dan tindakan tersebut dilihat. Menurut Lubbock (1965: 251 -257) sudut pandang merupakan hubungan antara tempat pencerita berdiri dan ceritanya; dia ada di dalam atau di luar cerita. Hubungan tersebut ada dua macam, yaitu hubungan pencerita diaan dengan ceritanya dan hubungan pencerita akuan dengan ceritanya.

Sudut pandang juga merupakan cara pengarang menempatkan dirinya dan hadir sebagai pelaku atau tokoh dalam cerita. Posisi pengarang dapat sebagai seseorang yang berperan penting atas jalannya seluruh rangkaian cerita atau hanya sebagai pengamat yang menceritakan seluruh kejadian atau tindakan dari setiap tokoh dalam cerita. Pengarang yang bertindak sebagai tokoh utama atau pusat dari setiap kejadian dalam cerita, berkisah dalam cerita menggunakan kata ganti orang pertama (aku), sedangkan pengarang sebagai pengamat berkisah menggunakan kata ganti oran ketiga (dia).

Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:
Teks Laporan Hasil Observasi
Puisi

Sudut pandang pengarang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita dan dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Sudut pandang pengarang merupakan visi atau tujuan pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh yang diceritakan. Pemilihan sudut pandang oleh pengarang berdasarkan faktor-faktor tertentu, seperti suasana cerita, kategori, atau jenis ceritanya, serta maksud tujuan cerita.

Macam-macam Sudut Pandang

Menurut Friedman (dalam Stevick, 1967:118) mengemukakan sejumlah pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan macam-macam sudut pandang.

  1. Siapa yang berbicara kepada pembaca?
  2. Dari posisi mana cerita tersebut dikisahkan?
  3. Saluran informasi apakah yang digunakan narator untuk menyampaikan ceritanya? Misalnya, melalui kata-kata, pikiran, dan persepsi pengarang, atau kata-kata, pikiran, dan persepsi tokoh.
  4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya?

Pada umumnya, sudut pandang dibedakan menjadi dua macam, yaitu persona pertama “aku” dan persona ketiga “dia”

Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”

Posisi pengarang pada cerita dengan sudut pandang persona ketiga “dia” berada di luar cerita. Tokoh dalam cerita ditampilkan menggunakan nama atau dengan kata ganti “dia”, khususnya untuk tokoh utama. Kata ganti seperti “dia” atau “ia” digunakan sebagai variasi dari nama tokoh. Penyebutan nama atau ganti yang berulang dapat membantu pembaca mengetahui tokoh yang sedang diceritakan. Misalnya, tokoh Srintil, Kartareja, Sakarya, dan Sakum dalam cerita Ronggeng Dukuh Paruk.

Sudut pandang ini dibagi lagi menjadi “dia” maha tahu dan “dia” sebagai pengamat atau terbatas.

1. “Dia” maha tahu

Pengarang mengisahkan cerita menggunakan sudut pandang “dia”. Pengarang bebas menceritakan berbagai hal yang berkaitan dengan tokoh “dia”. Hal ini karena pengarang mengetahui berbagai hal mengenai tokoh, tindakan, peristiwa, serta motivasi yang melatarbelakangi setiap tindakan tokoh. Pengarang juga tidak terbatas hanya pada satu tokoh, tetapi dapat berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya, sehingga tidak hanya terdapat satu tokoh “dia”. Pengarang dapat berkomentar dan memberikan penilaian subjektifnya terhadap apa yang dikisahkan.

Contoh: Tokoh Gurutta, Kapten Phillips, Daeng Andipati, dan lainnya dalam novel Rindu karya Tere Liye.

“Gurutta menghela napas. Sepertinya ia tidak bisa membuat si tukang cukur ini berubah pikiran”

“Daeng Andipati tidak balik ke kantin. Selain karena ia sempat sarapan, perutnya sudah terisi, selera makannya pun terlanjur habis menatap wajah masam Sergeant Belanda itu. Daeng Andipati kembali ke kabin. Istri dan anak-anak pasti sudah selesai sarapan, menunggu di sana dengan cemas.”

2. “Dia” terbatas atau sebagai pengamat

Narator menceritakan apa yang didengar, dilihat, dipikir, dirasakan, dan dialami oleh tokoh cerita. Akan tetapi, terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Hanya tokoh utama atau beberapa tokoh yang diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya.

Berbagai peristiwa dan pandangan diceritakan melalui “pandangan” atau kesadaran seorang tokoh. Narator tetap berada di luar cerita, tetapi dia sekadar memaparkan apa yang dapat dilihat dan didengar tentang lakuan dan dialog tokoh-tokoh dalam cerita. Contoh: Tokoh Una dalam novel Stormitory karya Rina Kartomisastro.

“Sungguh, Una ingin meralat. Tetapi ia tidak tega membuat wanita di sampingnya malu mengetahui dugaannya salah. Lagi pula, ini bukan pertama kali Una disangka anak sekolah.”

Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Narator atau si “aku” merupakan seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Narator mengisahkan tindakan, peristiwa, dan sikapnya terhadap tokoh lain. Narator mengisahkan setiap kejadian yang dilihat, diketahui, dialami, didengar, dan dirasakannya kepada pembaca. Narator secara langsung dan dengan bebas dapat menyatakan sikap, pikiran, dan perasaannya sendiri kepada pembaca, tetapi ia hanya dapat memberikan pandangan dari pihaknya sendiri terhadap tokoh-tokoh lain. Narator hanya bersifat mahatau bagi diri sendiri dan tidak terhadap orang-orang (tokoh) lain yang terlibat dalam cerita. Oleh sebab itu, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan melalui apa yang diceritakan oleh si “Aku”

1. “Aku” tokoh utama

Tokoh “aku” menjadi fokus, pusat kesadaran, dan pusat cerita. Pengarang bertindak sebagai tokoh “aku” yang mengisahkan setiap kejadian dan tindakannya. Namun, pengarang tidak dapat menceritakan peristiwa atau tindakan dari tokoh lain jika tidak berkaitan dengan tokoh “aku”. Contoh: Tokoh Agam dalam novel Pulang karya Tere Liye.

“Aku menatap Salonga sejenak. Kami sedang berlindung di balik salah satu kontainer yang berisi kol dan sayur-mayur.”

2. “Aku” tokoh tambahan

Si “aku” hanya tampil sebagai saksi, atau pengantar dan penutup cerita. Tokoh “aku” tidak mempengaruhi jalannya cerita, ia hanya menyampaikan pendapatnya mengenai suatu kejadian yang kemudian akan diceritakan langsung melalui tokoh utama. Contoh: Tokoh Saman dalam novel Maya karya Ayu Utami.

“Aku seperti baru menyadari satu perjalanan. Dan aku pulang membawa peta. Dari dunia yang berlapis-lapis; bagaikan batu kristal yang kamu kirimkan. Sebutir batu yang memperlihatkan semesta.”

Contoh Sudut Pandang

Contoh sudut pandang orang ketiga:

Berikut contoh penggunaan sudut pandang pada novel karya NH Dini yang berjudul Meiling. Novel ini mengisahkan perjalan hidup seorang tokoh yang bernama Meiling. Fokus pengisahan yang digunakan pengarang adalah mengenai penderitaan atau perjalanan hidup Meiling.

Diceritakan bahwa mulanya Meiling tinggal bersama keluarganya, namun sebulan kemudian terjadi revolusi sehingga mereka terpisahkan. Meiling pun ia menjadi tahanan orang-orang yang menggunakan pakaian seperti tentara. Setelah dapat melarikan diri dan bertemu kelompok pelarian di Hongkong, Meiling pergi ke tempat bibinya di Paris. Meiling akhirnya dapat merasakan sebuah kebahagiaan dan kasih sayang dari bibinya. Akan tetapi, tak lama bibinya meninggal karena sebuah ledakan bom. Pada akhirnya Meiling memilih untuk menjadi karyawan biasa dibandingkan menjadi pengurus restauran sesuai dengan keinginan bibinya.

Cara pengarang menyampaikan cerita tersebut menggunakan sudut pandang “Dia”an (orang ketiga) sebagai pusat tokoh. Pengarang berfungsi sebagai pengamat yang serba tahu. Pengarang sebagai orang ketiga yang tidak masuk ke dalam cerita tersebut dan menjelaskan semua peristiwa dari awal hingga akhir.

“Dari stasiun tersebut, dia berjalan di udara terbuka guna mencapai flat dan restoran bibinya”.

Pengarang juga menggunakan nama tokoh utama secara langsung yaitu “Meiling”

“Meiling disuruh membaca, kalau-kalau ada yang dia kenali, supaya bisa diberitahu mengenai kehadirannya di pengungsian tersebut”.

Contoh sudut pandang orang pertama:

Dalam versi ini, kita mendengar langsung dari Meiling. Dia menceritakan kisahnya, mulai dari tinggal bersama keluarganya, melalui masa revolusi yang memisahkan mereka, hingga menjadi tahanan dan akhirnya melarikan diri. Dia berbicara tentang perasaannya, pemikirannya, dan pengalamannya selama perjalanan tersebut. Kita mendapatkan pandangan langsung ke dalam pikiran dan perasaannya saat dia berjuang melalui tantangan yang dihadapinya.

Contoh penggunaan sudut pandang ini: “Saya merasakan udara segar saat berjalan dari stasiun menuju flat dan restoran bibi. Itu adalah perasaan bebas yang sudah lama tidak saya rasakan. Saya juga ingat bagaimana hati saya berdebar saat saya diminta membaca daftar nama di pengungsian, berharap akan menemukan seseorang yang saya kenal.”

Dalam versi ini, pembaca mendapatkan pengalaman yang lebih intim dan pribadi dari perjalanan Meiling, karena mereka mendengar langsung dari perspektifnya.

Contoh sudut pandang orang kedua:

Sudut pandang orang kedua adalah cara bercerita yang unik, di mana narasi diarahkan langsung kepada pembaca, menggunakan kata ganti “kamu” atau “Anda”. Ini menciptakan pengalaman yang sangat personal dan langsung. Dalam konteks novel NH Dini “Meiling”, jika kita menggunakan sudut pandang orang kedua, ceritanya akan diceritakan seolah-olah pembaca adalah Meiling, mengalami peristiwa tersebut secara langsung.

Contoh Sudut Pandang Orang Kedua: Dalam sudut pandang ini, pembaca diajak untuk merasakan dan mengalami langsung perjalanan Meiling. Narasinya bisa terasa seperti instruksi atau penjelasan yang ditujukan langsung kepada pembaca, membuat mereka merasa seolah-olah mereka adalah karakter utama.

Contoh penggunaan sudut pandang orang kedua: “Kamu meninggalkan stasiun dan berjalan di udara terbuka menuju flat dan restoran bibimu. Setiap langkahmu terasa penuh harapan dan kebebasan. Di pengungsian, kamu dihadapkan pada daftar nama. Kamu membaca setiap baris, mencari wajah-wajah yang mungkin kamu kenali. Setiap nama membawa harapan, namun juga ketidakpastian. Ketika bibimu meninggal karena ledakan bom, kamu merasakan sebuah kekosongan yang mendalam. Kamu harus memutuskan: mengikuti keinginan bibimu atau menempuh jalanmu sendiri. Pilihan itu ada di tanganmu, menentukan masa depanmu.”

Dengan menggunakan sudut pandang ini, pembaca menjadi sangat terlibat secara emosional dalam cerita karena mereka ‘mengalami’ peristiwa tersebut secara langsung.

Kontributor: Nidia Rahma, S.Hum.
Alumni Sastra Indonesia FIB UI

Materi StudioBelajar.com lainnya: