Runtuhnya Vietnam Selatan
Vietnam Selatan atau Republik Vietnam adalah negara berideologi antikomunis yang berdiri pada 1954. Garis paralel ke-17 menjadi batas antara Vietnam Selatan dan Utara. Kedua kubu Vietnam mengalahkan dominasi Perancis yang menancap kembali di Vietnam setelah Perang Dunia II. Di mana Vietnam Utara mengalahkan Perancis di Pertempuran Dien Bien Phu, sementara Vietnam Selatan menggulingkan Kaisar Bao Di yang dilindungi Perancis. Kedua negara memproklamasikan kemerdekaan dengan dukungan negara adikuasa, membuat konflik langsung menjadi tidak terhindarkan. Konflik antara Vietnam Utara dan Selatan berlangsung selama hampir dua dekade, menghasilkan runtuhnya Vietnam Selatan dan kemenangan komunisme di Indocina.
Berdirinya Vietnam Selatan
Vietnam Selatan merupakan rezim yang didukung oleh Perancis untuk melawan munculnya negara merdeka Vietnam Utara yang dipimpin oleh Ho Chi Minh. Perancis meletakkan Kaisar Bao Di dari Dinasti Nguyen sebagai raja Vietnam Selatan. Vietnam Utara mendapatkan dukungan dari Uni Soviet dan Tiongkok pada tahun 1950, mengancam posisi Perancis di selatan. Pertempuran pecah di Provinsi Dien Bien pada 1954, yang berakhir dengan kekalahan Perancis. Konferensi Jenewa dilaksanakan untuk mengakhiri konflik tersebut, poin utamanya adalah Perancis mengakhiri aktivitas politiknya di Indocina serta membagi kekuasaan Vietnam menjadi dua bagian. Meninggalkan Vietnam Utara untuk menyelesaikan konfliknya dengan Vietnam Selatan.
Namun kalangan republikan di selatan berpikir lain, 22 Oktober 1955 Kaisar Bao Di dikudeta oleh Ngo Dinh Diem dan mendirikan Republik Vietnam. Dalam waktu singkat Ngo Dinh Diem mengamankan kepercayaan dari Amerika Serikat dan SEATO atas komitmennya terhadap antikomunisme. Vietnam Selatan beribukota di Saigon dan terbagi menjad 44 propinsi. Ngo Dinh Diem mendirikan sebuah pemerintahan otokratik yang tidak disukai oleh para pendukungnya maupun sekutu dari luar negeri. Kudeta terhadap Dien terjadi pada 1960 dan 1963, di mana ia terbunuh pada percobaan kedua tersebut. Meski Amerika Serikat diduga turut berperan dalam kudeta tersebut, dukungan terhadap Vietnam Selatan terus berlanjut semata untuk mencegah meluasnya komunisme di Asia Tenggara
Perang Vietnam
Ho Chi Minh berpegang pada pendapatnya ketika memproklamasikan kemerdekaan Vietnam Utara pada 1945. Bahwa Vietnam adalah satu kesatuan, dan terbagi menjadi dua bagian yang berdampingan bukanlah opsi. Ho Chi Minh melanggar hasil Perjanjian Jenewa dan memulai penyerangan terhadap Vietnam Selatan pada 1957. Dukungan dari Tiongkok, Korea Utara, dan Uni Soviet diamankan, sementara Vietnam Selatan memperoleh jaminan bantuan dari AS, Filipina, Korea Selatan, dan beberapa anggota SEATO lainnya.
Peperangan berlangsung sengit meskipun Vietnam Utara di atas kertas lebih unggul. Jalur Ho Chi Minh diciptakan dengan jalur melingkar melalui Laos dan Kamboja langsung menuju Saigon. Hal ini juga mengakibatkan tercaploknya kedua negara tersebut ke dalam wilayah Vietnam setelah konflik berakhir. Pada tahun 1963, Presiden Ngo Dinh Diem terbunuh dalam kudeta, diikuti dengan kudeta militer pada tahun 1964 yang dipimpin oleh Nguyen Kanh. Pemerintah Vietnam Selatan praktis runtuh membuat peluang Vietnam Utara memenangkan pertempuran dengan mudah terbuka lebar. Presiden AS Lyndon B. Johnson menerjunkan tentara untuk pertama kalinya dalam Perang Indochina II ini, mendukung kudeta kembali di Vietnam Selatan pada 1965, untuk memastikan rezim yang berkuasa di Vietnam Selatan berkomitmen terhadap antikomunisme.
Peperangan berlangsung selama lima belas tahun (1955-1970) sebelum AS dan Vietnam Selatan mempertimbangkan penyelesaian konflik secara damai. Dikarenakan korban jiwa berjatuhan amat banyak, yang meski begitu peperangan tidak terlihat menunjukkan akhir. Alasan lainnya adalah meningkatnya sentimen anti perang di Amerika Serikat. Presiden Richard Nixon mulai menarik pasukannya dari Vietnam mulai tahun 1971, sementara Vietnam Selatan berkomitmen untuk menjaga perdamaian secara mandiri.
Runtuhnya Vietnam Selatan
Ho Chi Minh tetap pada pendiriannya, ia tidak bermaksud memilih opsi lain selain unifikasi Vietnam. Tentara Vietnam Utara menganeksasi zona demiliterisasi di daerah Quang Tri pada Maret 1972. Menunjukkan bahwa rezim komunis tidak berniat untuk menyerahkan niat penyatuan Vietnam. Amerika Serikat membalas tindakan tersebut dengan membombardir lalu lintas laut, jalur komunikasi, dan transportasi Vietnam Utara. 27 Januari 1973, Amerika Serikat dan Vietnam Selatan berhasil memaksa Vietnam Utara untuk menandatangani The Paris Accords. Poin utama yang dapat diambil dari perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :
- Amerika Serikat menarik pasukannya secara menyeluruh dari Vietnam dan mengurangi intervensi dalam konflik melalui Vietnam Selatan;
- Pengembalian tahanan perang masing-masing sebagai syarat implementasi perdamaian antara kedua negara;
- Didatangkannya pasukan perdamaian internasional ICCS (International Comission of Control and Supervision) yang berasal dari berbagai negara atas dukungan PBB.
- Pasukan Vietnam Selatan berhak atas wilayah yang diduduki, namun dilarang melakukan tindakan koersif atau aneksasi lebih jauh;
Pasukan Vietnam Utara berada di atas angin dengan mundurnya pasukan Amerika Serikat. Pasukan Viet Cong bahkan menyerbu propinsi Phuoc Long pada tahun yang sama. Presiden Nguyen Van Thieu yang tidak dapat lagi menggantungkan bantuan pada AS, mengundurkan diri ke Taiwan dan digantikan oleh Tran Van Huong kemudian Duong Van Minh. Keduanya gagal mempertahankan Vietnam Selatan karena pada 29 April 1975, tentara utara telah memasuki Saigon dan membombardir objek-objek vital. Sehari setelahnya, Presiden Duong menyerah tanpa syarat kepada Vietnam Utara. Mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama hampir dua puluh tahun, menghapuskan eksistensi antikomunisme untuk selamanya dari Vietnam.
Unifikasi Vietnam sendiri baru diumumkan setahun kemudian pada 2 Juli 1976. Mempergunakan nama Republik Sosialis Vietnam, meniadakan unsur utara dan selatan.
Dampak Keruntuhan Vietnam Selatan
Runtuhnya Vietnam Selatan tentunya berdampak besar bagi rakyat Vietnam sendiri maupun dunia internasional. Kesimpulan dari peperangan selama hampir dua dekade ini menjadi penting untuk menjadi pertimbangan kebijakan oleh para pemimpin pada masanya. Beberapa dampak tersebut antaran lain:
- Berakhirnya perang saudara berkepanjangan. Perang ini menewaskan sekitar lebih dari empat juta jiwa rakyat Vietnam mapun negara lain yang dipaksa berkorban nyawa untuk kepentingan politik.
- Pengubahan nama Saigon menjadi Ho Chi Minh, bukan hanya sekedar penggantian nama. Saigon merupakan bekas kekuasaan Perancis dan Vietnam Selatan, simbol imperialisme dan antikomunisme. Pengubahan ini adalah sikap intoleransi terhadap keduanya oleh Republik Sosialis Vietnam.
- Tumbuhnya proxy komunis di Asia Tenggara. Tidak hanya Vietnam, Laos dan Kamboja pun berkembang menjadi pengusung komunisme. Pathet Lao di Laos, dan Pol Pot di Kamboja adalah figur yang berkuasa dengan dukungan komunisme (efek domino komunisme).
- Kerugian besar Amerika Serikat baik secara personil maupun anggaran. Hal ini diperburuk dengan menguatnya sentimen anti perang di AS, berpotensi merugikan mereka dalam konteks Perang Dingin.
- Runtuhnya Vietnam Selatan menjadi sumbu berlanjutnya konflik di Indocina. Perang Saudara Laos, Perang Saudara Kamboja, dan Konflik Tiongkok-Soviet merupakan persengketaan yang terjadi di antara negara-negara komunis. Konflik di Indocina baru mereda pada 1990-an, bersamaan dengan runtuhnya Uni Soviet.
Materi: Runtuhnya Vietnam Selatan
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI