Reformasi Gereja

Reformasi gereja atau reformasi ajaran kristiani adalah upaya yang dilakukan oleh beberapa tokoh-tokoh keagamaan katolik dan akademisi di Eropa untuk menentang penyimpangan oleh gereja katolik. Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan ajaran Kristus yang berpihak pada kebenaran dan bukan kepentingan otokrasi semata. Proses reformasi gereja ini membawa pembaharuan terhadap posisi gereja di tengah masyarakat maupun ajaran kristiani pada masa selanjutnya. Salah satunya munculnya agama Kristen (Protestan) meliputi banyak sekte-sekte diantaranya.

Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:
Organisasi Regional dan Global
Sejarah Sebagai Kisah

Pendahuluan

Abad pertengahan Eropa, yang biasa diketahui dengan Zaman Kegelapan merupakan periode panjang antara keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat dan Renaisans. Salah satu ciri utama dari masa ini adalah kuatnya posisi gereja dalam berbagai bidang. Gereja memiliki pengaruh politik, kekayaan, dan kepatuhan masyarakat.  Hal ini memunculkan potensi penyimpangan yang dilakukan oleh anggota gereja dan ketidakpuasan rakyat. Beberapa peristiwa yang muncul sebelum reformasi gereja berlangsung pada abad ke-16 dianggap sebagai salah satu upaya mereformasi gereja namun gagal karena banyaknya kepentingan pribadi.

Gebrakan terhadap institusi gereja muncul jauh sebelum Marthin Luther mempelopori reformasi pada 1517. Sederet peristiwa penting yang menjadi pendahulu dari munculnya reformasi besar tersebut misalnya:

  • Gerakan Katari dan Waldensia di Perancis sekitar abad ke-11 dan ke-12 yang merupakan gerakan anti-hirarki salah satunya dalam agama kristiani;
  • Periode Kepausan Avignon (1305-1378) dan Skisma Kepausan (1378-1417) merupakan puncak kekacauan institusi gereja akibat intervensi kerajaan Perancis dan kepentingan politik gereja;
  • Munculnya Gerakan Konsiliar, upaya pembaharuan dengan mengambil alih kekuasaan kerohanian dari Paus;
  • Kritik radikal dari Jan Hus (Praha) dan Jon Wycliffe (Oxford) yang direspon dengan mengeksekusi mati keduanya.; serta
  • Perang Hus (Hussite Revolution) pada 1419-1434, menyebabkan jatuhnya banyak korban pendukung Hus.

Sebab-Sebab Terjadinya Reformasi Gereja

Adanya gerakan-gerakan reformasi baik yang dipimpin oleh Luther maupun sebelumnya dilandasi oleh bobroknya institusi gereja. Secara umum, beberapa sebab utama munculnya gerakan reformasi yang mengalir dengan deras adalah sebagai berikut:

  1. Kebengisan gereja untuk mengeksekusi orang-orang yang dianggap sesat secara sepihak, misalnya Hus-Wycliffe ataupun pengikutnya dalam Perang Hus.
  2. Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgensi) yang dianggap sebagai bisnis gereja dan kebohongan atas ajaran katolik;
  3. Terjebaknya gereja dalam pusaran politik, salah satunya menyebabkan periode Kepausan Avignon dan Skisma Besar.;
  4. Menjamurnya takhayul seperti pemujaan benda keramat dan tokoh-tokoh suci buatan;
  5. Pemungutan pajak berlebihan melalui gereja;
  6. Kemunculan nasionalisme Eropa yang mulai menentang kekuasaan Paus;
  7. Krisis ekonomi dan wabah pes menyebabkan masyarakat mulai mengabaikan kekuasaan gereja;

Tujuan Reformasi Gereja

Reformasi gereja memiliki beberapa tujuan penting, antara lain sebagai berikut:

  • Mengembalikan ajaran katolik kepada kebenaran sesuai ajaran Kristus;
  • Memberantas kepentingan yang memanfaatkan kekuasaan gereja dan merugikan masyarakat; serta
  • Menjauhkan gereja dari politik praktis, utamanya persekongkolan dengan kerajaan Eropa;

Proses Berlangsungnya Reformasi

Melanjutkan kritik Hus-Wycliffe di masa lalu, Martin Luther menerbitkan 95 Tesis pada 31 Oktober 1517. dan memajangnya di Gereja Wittenberg. Luther sendiri merupakan biarawan gereja katolik di Jerman yang masih didominasi masyarakat agraris yang konservatif. Penjualan surat-surat indulgensi, penyimpangan sakramen suci dan takhayul, bahkan praktek korupsi dan intervensi politik amat membebani masyarakat.

Pada 1520, Luther secara terbuka mulai mengkritik Kepausan Roma. Ia menolak kekuasaan Paus atas jemaat Katolik, menuntut institusi politik mereformasi gereja, serta menghapus sebagian sakramen yang dianggap sia-sia. Paus Leo X menuntut hukuman dan pengucilan Luther atas nama kesesatan, namun publik Jerman banyak menggalang dukungan. Gerakan ini dianggap sebagai pangkal pembebas rakyat dari belenggu keagamaan.

Luther melanjutkan perjuangannya dengan keluar dari gereja Katolik dan mendirikan aliran Lutherian (Lutheran Church). Usaha pertamanya dalam memperbaharui ajaran Kristiani dimulai dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa vernakular Jerman yang dipahami oleh masyarakat kebanyakan.

Hal ini berlandas pada tesis Luther bahwa setiap jemaat Kristiani adalah imam dan pribadi yang bebas. Tokoh keagamaan lain seperti John Calvin, Ulrich Zwingli, dan William Tyndale dengan segera mengikuti langkah Luther mengobarkan semangat reformasi. Ketiganya menghormati tesis dan upaya Luther, namun dengan segera menemukan perbedaan doktrinal yang ingin diterapkan. Hal ini menjadi alasan mengapa pasca reformasi muncul banyak aliran agama Kristiani.

Reformasi gereja bersanding bersama renaisans sebagai upaya masyarakat Eropa keluar dari gelapnya peradaban akibat belenggu gereja Katolik. Praktek keagamaan menjadi lebih inklusif dan tidak lagi membebani rakyat. Konsep keagamaan baru ini juga menjadi dorongan dalam semangat penjelajahan dunia (Gospel).

Tokoh-Tokoh

  • Martin Luther (1483-1546)

Luther adalah biarawan, komponis, sekaligus pelopor reformasi gereja yang hidup di Eisleben, Sachsen, bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi Suci. Ia yang merupakan profesor teologi di Universitas Wittenberg sejak 1512, pada 1517 menolak utusan Paus yang berupaya menjual surat Indulgensi. Penolakan itu menjadi titik awal upayanya memimpin reformasi melawan Gereja Katolik Roma dan Paus Leo X. Ia berpegang pada pendapatnya soal kebebasan pemeluk Kristen, pengampunan bukan hanya dari indulgensi, dan pengurangan sakramen gereja. Aksi reformasinya dilakukan dengan membuka sekte Lutherian dan penerjemahan Alkitab.

  • Ulrich Zwingli (1484-1531)

Zwingli merupakan pelajar di Universitas Wina dan Universitas Basel, sekaligus pendeta di Zurich. Ia hidup di tengah meningkatnya patriotisme Swiss, dan mulai mengampanyekan reformasi Gereja Katolik Roma pada 1519. Zwingli telah bertemu dengan Luther dalam Forum Marburg untuk membahas perjalann reformasi yang lebih besar. Sayangnya usaha Zwingli berujung pada konflik melawan pendukung gereja katolik. Pada 1531, kegagalan aliansinya melangsungkan blokade menyebabkan terbunuhnya Zwingli dalam serangan balik.

  • Yohanes Calvin (1509-1564)

Calvin merupakan ahli hukum humanis asal Perancis, yang sejak 1530 berpindah ke Basel, Swiss. Kepindahan ini merupakan bagian dari penolakannya terhadap Roma. Ia menerbitkan buku berjudul Instituo pada 1536 dan memulai reformasi di Jenewa. Sempat terusir ke Strasbourg, namun kuatnya arus reformasi di Jenewa membuatnya kembali ke sana untuk memimpin gereja. Ia memulai sekte Calvinisme yang banyak dianut di wilayah koloni.

  • William Tyndale (1494-1536)

Tyndale adalah akademisi Inggris yang terkenal karena kontribusinya menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Inggris (Alkitab Tyndale). Selain itu, karyanya The Obedience of Christian Man, mendorong Raja Henry VII memisahkan Gereja Inggris dari Gereja Katolik Roma pada 1534. Tyndale banyak menginspirasi publik melalui tulisan dan hasil terjemahannya. Sayangnya upaya ini tentu dibenci oleh Roma, ia dieksekusi mati di Vilvoord, Brussels atas dakwaan bidah.

Dampak Reformasi Gereja

Reformasi membawa benua Eropa memasuki babak baru dalam perkembangan agama Kristiani. Gagasan Luther pun dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dunia. Reformasi gereja berdampak besar baik bagi institusi gereja, maupun spektrum sosial-politik masyarakat Eropa pada abad ke-16 dan setelahnya, seperti:

  1. Dominasi gereja dan Paus melemah terhadap institusi politik, sehingga memunculkan negara-negara yang bersikap independen.;
  2. Munculnya sekte-sekte baru, menyebabkan ada banyak alternatif terhadap ajaran Kristiani.;
  3. Berkurangnya penggunaan sakramen suci dan takhayul kristiani, memusatkan keyakinan pada kebenaran Alkitab dan ajaran Kristus;
  4. Munculnya Royal Absolutism, absolutisme yang berpuncak pada kekuasaan raja-raja sebagai wakil kekuasaan Tuhan;
  5. Meruncingnya konflik Katolik-Protestan, misalnya pada Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) yang menewaskan jutaan jiwa.
  6. Meluasnya akses terhadap Alkitab, berkat upaya penerjemahan dan publikasi alkitab untuk setiap jemaat.

Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI

Materi StudioBelajar.com lainnya: