Berpikir Sinkronik dan Diakronik dalam Sejarah

Cara Berpikir Kesejarahan

Ilmu pengetahuan, sebagaimana ia berpegang pada metodologi ilmiah tentu juga harus berpegang pada konstruksi berpikir tertentu. Cara berpikir metodik inilah yang membuat metodologi dapat dijalankan dengan baik. Sejarah pun perlu memiliki cara berpikir yang berguna untuk mengkaji berbagai peristiwa kesejarahan. Sejarah menggunakan cara berpikir yang disebut dengan Sinkronik dan Diakronik.

Pembelajaran sejarah dianggap sebagai sekedar menghafal tanggal dan peristiwa yang terjadi di masa lampau. Meskipun ini tidak sepenuhnya salah, karena fakta-fakta tentang peristiwa sejarah perlu disampaikan secara detail. Cara berpikir sinkronik dan diakronik membantu kita untuk mempelajari peristiwa sejarah secara lebih runut, dibandingkan menghafalkan potongan-potongan peristiwa.

Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:
Republik Maluku Selatan
Masa Renaisans

Konsep Berpikir Sinkronik

Pengertian Berpikir Sinkronik

Konsep berpikir sinkronik menempatkan pengkajian sejarah dalam kurun waktu tertentu, namun dengan ruang lingkup yang lebih luas. Misalnya dalam sebuah rangkaian peristiwa, sejarawan menerangkan konteks sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan secara menyeluruh. Sehingga kita dapat memahami sebuah peristiwa berikut latar yang mengikutinya. Cara berpikir sinkronik dipergunakan oleh ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi dan antropologi.

Sinkronik bersifat meluas di ruang dan menitikberatkan pada struktur peristiwa. Hal ini juga berarti menekankan adanya keselarasan antara peristiwa satu dengan yang lainnya, sehingga menjelaskan konteks lain dalam rekonstruksi peristiwa sejarah menjadi diperlukan.

Ciri-Ciri

Konsep sinkronik memiliki ciri-ciri yang membuat kita dapat memahami apakah karya sejarah tertentu menggunakan cara berpikir semacam ini. Ciri-ciri tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Pembahasan peristiwa sejarah memiliki rentang waktu yang cukup pendek, misalnya dalam waktu beberapa tahun yang masih ada di dalam rangkaian peristiwa;
  2. Rekonstruksi berfokus pada kajian peristiwa berdasarkan pola, gejala, ataupun karakter yang ada dalam rangkaian peristiwa tersebut;
  3. Bersifat horizontal, atau meluas dalam ruang namun terbatas pada waktu kajiannya;
  4. Tidak memiliki konsep perbandingan dengan peristiwa lain yang serupa. Hanya terfokus pada menjelaskan peristiwa tertentu secara detail dari berbagai bidang dan perspektif;
  5. Cakupan kajian lebih sempit, karena sejarawan membutuhkan lebih banyak data spesifik untuk menulis secara luas dan komprehensif; dan
  6. Kajian yang dihasilkan lebih mendalam dan terstruktur, sehingga mudah menemukan kesinambungan antar peristiwa dalam karya yang dihasilkan.

Contoh Karya Sejarah dengan Konsep Sinkronik

Buku karya Ian Brown yang berjudul Economic Change in South East Asia: 1830—1980 merupakan salah satu contoh penggunaan cara berpikir sinkronik dalam sejarah. Membatasi waktu rekonstruksi antara 1830-1980, dan wilayah di Asia Tenggara saja. Namun Ian membahas dengan mendalam bagaimana perubahan ekonomi di masing-masing negara yang juga dipengaruhi oleh kebijakan politik, struktur sosial, dan kebudayaan setempat. Misalnya Ian membahas tentang industri timah di Malaya atau pemodal Cina di beberapa wilayah Asia Tenggara.

Konsep Berpikir Diakronik

Pengertian Berpikir Diakronik

Diakronik berakar dari bahasa Latin yaitu Diachronicus yang bermakna melampaui waktu. Cara berpikir diakronik berfokus pada peristiwa sejarah yang berada pada lintasan waktu. Sehingga sejarah yang direkonstruksi tidak bisa dibatasi waktunya atau dalam lingkup peristiwa tertentu. Peristiwa dalam konsep diakronik bersifat dinamis, dan terikat dalam sebab-akibat satu sama lain. Memisahkan peristiwa berdasarkan kurun waktu atau peristiwa tunggal dirasa kurang tepat.

Cara berpikir diakronik sendiri memiliki dua unsur, yaitu kronologis dan periodisasi. Periodisasi memandang bahwa peristiwa sejarah berlangsung dalam urutan kejadian tertentu, sementara kronologis dalam urutan waktu yang teratur. Di luar perbedaannya, kedua unsur ini memanjang di dalam waktu dan membatasi kajian dalam ruang lingkup selain peristiwa yang terjadi.

Ciri-Ciri

Konsep berpikir diakronik juga memiliki ciri-ciri tertentu, sehingga kita memahami karya sejarah tertentu menggunakan cara berpikir semacam ini. Ciri-ciri tersebut antara lain:

  1. Menggunakan pola pikir menyeluruh yang memanjang dalam rangkaian waktu;
  2. Mementingkan proses berlangsungnya peristiwa sejarah dibandingkan konteks lain yang melingkupinya;
  3. Menggunakan salah satu diantara unsur kronologis dan periodisasi;
  4. Menekankan pada hubungan sebab-akibat antar peristiwa;
  5. Bersifat dinamis;
  6. Bersifat naratif, yang mana peristiwa sejarah mengalami proses dan transformasi dalam lintasan waktu; serta
  7. Cara berpikir diakronik hanya digunakan dalam ilmu sejarah.

Contoh Penerapan Cara Berpikir Diakronik

Tidak banyak karya yang secara untuh menggunakan konsep diakronik, karena karya sejarah terkini tentunya ditulis secara menyeluruh atau secara sinkronik. Meski begitu, penggunaan cara diakronik membantu untuk memahami urutan kejadian di masa lalu tanpa memperhatikan konteks lain di luar peristiwa tersebut.

Contoh karya yang bersifat diakronis misalnya buku karya Sri Wintala Ahmad yang berjudul Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa (1292-1757). Karya ini hanya berfokus pada rentetan perang saudara yang berkesinambungan selama hampir lima ratus tahun. Tidak banyak menyinggung konteks lain selain berlangsungnya perang-perang tersebut. Contoh lain misalnya Kronik Perang Jawa 1825-1830 karya Abdul Rohim yang membahas urutan peristiwa dalam berlangsungnya Perang Diponegoro dari awal sampai akhir.

Secara umum, pola yang digunakan dalam cara berpikir diakronis adalah Peristiwa A – Peristiwa B – Peristiwa C dan seterusnya secara berurutan baik secara waktu maupun peristiwanya.

Perbedaan antara Sinkronik dan Diakronik

Secara umum, konsep sinkronik dan diakronik memang banyak digunakan dalam penelitian dan pembelajaran sejarah. Kedua cara berpikir ini bukan untuk diperbandingkan, namun sebagai pisau analisis yang memiliki kegunaannya masing-masing. Garis besar perbedaan dari kedua cara berpikir tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Konsep sinkronik meletakkan perhatian pada satu atau serangkaian peristiwa, dan analisisnya meluas dalam ruang lingkup di sekelilingnya. Sementara konsep diakronik berfokus pada banyak peristiwa yang berkesinambungan;
  2. Konsep sinkronik bertujuan untuk memahami struktur peristiwa sejarah secara menyeluruh, sedangkan diakronik berfungsi untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses sejarah;
  3. Konsep sinkronik memerlukan bantuan ilmu sosial, misalnya dalam hal teori untuk menjelaskan dinamika yang terjaid. Sementara cara diakronik yang banyak berisi urutan kejadian tidak memerlukan penjelasan dari ilmu sosial lainnya;

Materi: Berpikir Sinkronik dan Diakronik dalam Sejarah
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI

Materi StudioBelajar.com lainnya: